Kumpulan Puisi Rabwah oleh Musa Bin Masran 2019
Bagaimana dunia hilang tunjangan kerana yang digenggamnya pasir yang tak dapat bertahan dari hakisan waktu. Apakah yang engkau cari hanya pada miraj di kaki langit. Ya Rabbi, Engkau menurunkan seorang Rasul yang membawa musim kering telah berakhir. Dan gerhana telah berakhir. Salam dan salawat, kepada kekasih-Mu, Muhammad Rasulullah. Bagaimana aku dapat melihat dengan jelas dan mendengar panggilan samawi. Bumi dan langit jadi dingin tiap sentuhan dan pangglian putera damai yang menawan tiap kalbu kerana kelunakan dan kelembutan mohor nabi dan Rasul, Muhammad saw. Di riba ini ada kedamaian dan kemenangan abadi.
Kau mengajarku
Aku bukan siapa-siapa, hanya seorang Nahkoda menunggu angin layar berkembang, perjalanan dimula. Tapi belum ada taufik angin bertiup. Sang Nahkoda hanya bisa berdoa.
Angin datang nyaman, kembang layar, laut tenang dan damai. Sekarang, mata angin telah mengucap salam.
Langkah musafir pulang
Doa-doa yang mengalir dari nafas seorang khadim.
Kau telah mengajarku, dalam dharurat sekalipun damai, bercakap-cakaplah dengan Tuhan, pasti Dia menghulurkan tangan-Nya dan kau tak sendiri. Ini sarbat yang kuminum telah menghilangkan dahaga seorang musafir.
Kota Kinabalu
30 November 2019
Selepas Fajar
Dingin hujan sepanjang malam. Ada bisikan keinginannya itu telah sempurna. Pulang dengan seribu mimpi-mimpi indah dan harapan pada siang matahari pagi. Malam itu kau berkemas, tiap lipatan ada isyarat, kepulangan seorang kekasih yang rindu. Ketika berpisah kita bersalaman, memburu waktu seperti kuda semberani yang siap dipacu di lapangan. Samawi telah menurunkan cahaya kemilau, bukalah jendelamu, biarkan kegelapan itu lenyap di setiap penjuru hati.
Kota Marudu,
4 Disember 2019
Setiap sudut dan lorong
Di setiap sudut dan lorong. Kami mendatangimu, kau tetap seperti rembulan penuh. Cahaya-Mu bersayap dan hinggap dahan kalbu musafir rindu. Tiap salam terucap, tiap rahsia yang tersingkap, adalah kemenangan sebuah perjuangan.
Kota Marudu
4 Disember 2019.
Kotamu
Siang itu kami datang bagai siang yang yang tak tercela. Musim dingin telah berteduh di langit dan bumimu. Tiap halaman adalah sejarah. Tiap ujian adalah loncatan ke depan. Tiap peristiwa sekarang adalah perjuangan kelmarin. Kami menyelami tiap kata terucap dari lidah-lidah suci dan tiap pertemuan adalah kekuatan yang mendorong. Keyakinan telah menjadi pohon rendang yang berbuah. Suara-suara itu adalah kebenaran yang tak akan berubah. Di masjid-masjid dan halamanmu kami datangi siang itu dengan tawajuh yang kental. Air yang kami minum dan makanan, yang kami kunyah adalah kelazatan. Katamu, 'makan dan minum sepuasnya'. 'Pergi lah, nanti kalian datang lagi.' Inilah Masihi Zaman. Penantian telah sempurna. Kau telah ucap baiat kemenangan. Segalanya tak akan berubah, Inilah ketentuan akhir zaman, doa-doamu telah terkabul.
Kota Marudu
4 Disember 2019.
Khalifa
Terasa setiap pojok dan halaman ada kerinduan. Kau masih menanti sang kekasih pulang. Halamanmu masih indah cuma engkau tiada. Masjid Mubarak menunggu sabar kepulanganmu. Siulan burung pagi terasa kerinduan itu dalam ruang langitmu. Pada lorong-lorong aku mencari jejak-jejakmu. Pada dinding dan mimbar memang terasa ketiadaanmu. Seperti matahari sudah lama berselindung di sebalik tabir siang. Seperti malam kehilangan kegemerlapan bintang dan rembulan. Kerinduan ini tak tertahan. Tanpamu kami bagai kapal hilang kemudi, di samudera luas. Wahai Khalifaku, jangan ada pemisahan dan perpisahan denganmu walaupun hanya sekilas atau sedetik kerana itu adalah siksa menonjak ke dalam kalbu.
Kota Marudu
4 Disember 2019
Mubaligh
Ketika kau ucap keinginanmu, malam pun seperti memberi isyarat melalui tanda-tanda. Keputusan dan tekadmu, adalah dari kalbumu sendiri. Pesan ayah, 'kau tidak akan menoleh ke belakang.' Sejak itu kau putuskan langkah dan kemahuanmu pasrah pada keputusan samawi. Kau siap dan tidak pernah derhaka. Keinginanmu sendiri telah mati, dunia tak akan menyeronokkanmu, segalanya terikat dan itaat pada Khalifa waktu. Musim kering dan musim bunga kau jalani dengan doa-doa. Ketika kepayahan dan ujian turun kau tak akan mengeluh dan berpatah balik. Ketika dunia dihamparkan di depanmu, tidak sedikit pun kalbumu tersentuh, mengambil hak yang bukan hak. Dalam dirimu, ada Tuhan yang melengkapi keperluanmu. Kau tak pernah mengeluh dan bertindak liar sekalipun kezaliman itu sudah keterlaluan. Kau hanya menghadap Tuhan Rabiul-Alamen. Waqaf zendengi ini kau pegang sampai terakhir.
Kota Marudu
5 Disember 2019
Bahisti Maqbara
Siang yang gemilang, pintu samawi terbuka, Bahisti Maqbara, Doa-doa musafir yang singgah mengenangkanmu. Barisan demi barisan, Batu marmar putih, para sahabah, syuhada, musi, waqaf zendegi dan Khalifa Masihi Mau'ud. Di sini, di Bahisti Maqbara. Kami terasa kecil seperti debu betebaran pada telapak kaki. Dengan mata hampir terpejam, Doa-doa pun mengalir menjadi air pancuran dari tujuh lidah mubaligheen Kedamaian udara siang yang murni. Aku mengenangkanmu, di makam ini, cinta khilafat, adalah abadi dan tiada ruang yang memisahkan. Pada matamu ada cinta dan kasih seperti butir-butir bintang di malam-malam Masihi Zaman.
Kota Marudu
5 Disember 2019.
Tujuh serangkai
Bagai bathera Nuh, kami belayar mengharung gelombang di laut Masihi Zaman. Mata angin, layar berkembang dan benua zaman. Belayar bathera belayar, belayar ke pelabuhan damai. Sayap kurnia-Mu membawa kami ke seluruh penjuru. Siasatmu tak akan menyentuh walaupun tebing Masihi Zaman. Tujuh serangkai, bagai kuda semberani di lapangan terbuka.
Kota Marudu,
5 Disember 2019
Di Pintu Tehrik-I-Jadid
Di sini, keluar masuk pintu Tehrik-I-Jadid, di kala subuh yang ranum, tujuh serangkai turun dari mimpi, kedamaian dalam doa-doa tahajjud, melangkah menembusi dingin November, Rabwah, menuju Masjid Mubarak dan kau ke mesjid Mahmud. Langkah-langkahmu hidup dalam memori hayat. Di meja panjang gelak tawamu mengisi ruang langkar. Dan kami tau kunjungan musafir rohani ini akan pulang dengan janji-janji seorang wakaq zendegi.
Kota Marudu,
5 Disember 2019.
Topi Jinnah
Menghitung hari mengajar bersabar. Malam gundah doa mengalir. Rindu semusim menjadi perjuangan kalbu. Di sebuah kedai, Rabwah, kau cuba satu persatu topi Jinnah, lambang tokoh kewibawaanmu anak pribumi. Anak jaket warna hitam, seluar kamis warna putih, keterampilan seorang mubaligh Masihi Mau'ud menunggu datangnya malam perpisahan. Di kota Rabwah, ketika kepulanganmu tiba, kalbumu pasrah, sekalipun sebenarnya dalam dirimu, kau telah membawa kasih dan rindu yang telah sempurna.
Kota Marudu
5 Disember 2019
Catatan Potret Seorang Jaga
Tiap subuh dia telah mendahului kami membuka pintu ke masjid dengan tertib. Mata tajam sampai ke lorong-lorong yang jauh. Ia masih tersenyum dan menjawab salam. Di bahu kanan kalashnikov dan hujung senjata ke bawah. Menjelang subuh, musim dingin, ia siap sedia memberi khidmat. Ia selalu memberi tabik dan girang melihat tamu bulan November. Dalam kegelapan malam ia seperti jaga yang patuh. Ketika kau pulang dari Masjid maghrib, isha dan subuh ia pasti membuka pintu kepadamu. Demi ingatan dan persahabatan kuambil potret kenangan kami berdua.
Kota Marudu.
6 Disember 2019
Kilang Roti
Tiada pernah kita terfikir, kita akan sendiri. Sedangkan Allah Taala terus menurunkan kurnia. Yang tak mungkin pada mata kasar akan menjadi kenyataan yang samasekali tidak terduga. Biar impian itu menjadi sempurna. Seperti kilang roti ini telah dipersiapkan suatu hari, kau sendiri melihat satu kenyataan di langit terbuka, hadirnya khalifah waktu, lalu di sini pun diadakan Jalsa Salana, pertemuan rohani. Suatu pagi, kilang roti itu hidup perkasa, bunyinya hebat, seperti pekerja-pekerja roti yang rajin dan tekun menyiapkan roti kepada tamu-tamu Masihi Mau'ud. Siang yang berberkat kami dihidangkan cai dan makan roti. Di pagi murni itu, kami duduk-duduk minum dengan Vakil Ala, melihat kilang roti bekerja, seperti ribuan malaikat sibuk dan berdoa tentang akan tiba hari itu, Jalsa Salana di kota Rabwah.
Kota Marudu
6 Disember 2019
Masjid Aqsa Rabwah
Menyelusuri ke jantung Rabwah siang musim dingin. Di sini, pintu ini jalan masuk ke mimbar. Tiap jumaat, terdengar suara jazbah Khalifa melantun ke segenap penjuru, sedang para makmun diam mendengar bagai malaikat turun dari samawi dan memberikan kekuatan menolong pada tiap kata dan kalimat yang diucapkan. Di Masjid ini, Kedatangan kami bagai menyempurnakan rasa rindu yang telah disempurnakan. Di setiap penjuru Masjid Aqsa tetap tersergam indah dan sabar dalam doa kepulangan seorang kekasih, seorang Khalifa waktu. Dalam berdoa, derap kuda lasykar Masihi Mau'ud datang seperti Fatah Islam dan waktu itu seperti kini telah datangnya musim bunga, penyempurnaan revolusi rohani yang hakiki.
Kota Marudu,
6 Disember 2019
Rabwah
Dari tanah gersang, dan berbatu jadi tanah dataran tanah hijau, Rabwah. Perjuangan yang tak pernah menyerah. Kurnia Allah dari samawi menghiraukan tanah sulaman suci para Khalifa. Bulan purnama penuh tergantung di langit Rabwah. Berkat-berkat derap kaki para sahabi di lorong-lorongmu. Masjid-masjidnya tak pernah sunyi dan sepi. Pendoa-doa yang rajin, di sini murid-murid Masihi Mau'ud. Dan mereka adalah bintang-bintang gemerlapan di langit Masihi Zaman. Dia, Imam Zaman adalah seperti pancuran air samawi yang minum darinya tak akan pernah puas. Kepada saudaraku yang telah mengucap baiat dan di dalam bathera Safaat ini belayarlah membawa pesan damai tanpa sempadan tanpa menoleh ke belakang. Rabwah, di situ ada kedamaian. Di situ ada nur yang berkilau dari menara Imam Zaman. Terimalah waqaf ini, dari segala kerendahan diri. Kepada-Mu segala-galanya arah tujuan, yang tinggal adalah dunia fana, debu yang bertebaran.
Kota Marudu,
6 Disember 2019.
Nazam
Begitu indah nazam yang dilagukan. Syair-syair iman zaman lahir dari sentuhan samawi. Ketika diucapkan. Kelunakan dan merdu suara menundukkan jiwa yang pasrah. Pada telinga yang ingin mendengar, nazam itu seperti panah-panah yang tepat pada sasarannya. Bait-baitnya adalah kebenaran dan langit tersenyum kerana nazam-nazam Al-Masihi, utusan zaman adalah sentuhan langit yang mampu menukar malam panjang menjadi siang gemilang. Di sudut ruang tamu Guest House Tehrik-i-Jadid, musafir rohani dari timur cuba mengenal bahasa Al-Masihi dan Syair-syair indah. Dalam asyik dan sabar mata dipejam menghafal bait-bait indah Al-Masihi. Di luar langit kelabu dan musim dingin mulai menusuk tulang.
Kota Marudu
7 Disember 2019
Amir Kafilah
Kami telah berjalan jauh, matahari telah tinggi. Di dataran ilmu dan gunung uji telah didaki. Kini, di sahara ini bayang mulai memanjang, Amir kafilah berkata, 'Mari kita berteduh dan rehat di oasis itu.' 'Esok kita menuju negeri matahari terbit.' Lalu muatan pun dipunggah, Malam itu mereka tidur di bawah langit berbintang luas saujana memandang. Paginya, salah seorang musafir berkata, 'Amir Kafilah,' izin tuan, santapan pagi, mee goreng perantau.' Semua mata terpejam ketika menelan mee sambil melihat dan berkata pada diri, 'waktu sedikit, sedang pekerjaan masih banyak.' 'Ya', jawab Amir Kafilah.
Kota Marudu.
7 Disember 2019
Sapuan Hujan Selepas Subuh
Dalam takaran waktu, ketika hujan turun selepas subuh renungan itu kembali ke Negeri jauh khatulistiwa. Hujan turun di pergunungan, lembah hijau atau di laut an teduh. Bayangkan Negeri kalbu yang telah lama tak di datangi hujan. Tentu di situ kemarau panjang dan tanahnya kering. Hujan adalah kurnia, tanah yang siap, ketika hujan turun menjadi taman bunga yang indah, menawan dan mengasyikan. Hujan sama di suatu tempat mungkin menjadi belukar dan semak samun. Ketika turun di laut hujan kurnia itu menjadi mutiara idaman. Tanah kalbu yang telah dibajak dan semai sedikit hujan akan merubah sampai kiamat. Hujan kurnia di tanah Rabwah, satu ikatan kehadiran-Mu dan cinta pada khilafat.
Kota Marudu
7 Disember 2019
Tamu Masihi Mau'ud
Saudaraku adalah satu penghormatan langit ketika dirimu, tamu Masihi Mau'ud. Nikmat dan kurnia kau bawa ke mana saja kau pergi khutub utara, langit Selatan, bumi Barat dan lautan teduh. Kerana kau adalah seorang saudara Ahmadi, pintu langit dan bumi terbuka luas. Di rumah saudaramu, kau dijamu kerana kau, saudara rohani. Ketika menggunyah roti pratha, cai, jogurt dan lassi, kami bicara kecintaan dan persaudaraan. Inilah kurnia. Inilah rahmat. Bumi dan langit tiada sempadan pelayan kasih bumi lalu turun hujan dengan cukup takaran. Bukankah pelayanan tamu itu, pernah suara suci Imam Zaman telah mengingatkanmu, Langkar Khanah. Masa kita berpisah telah diucap, doa pun telah berakhir. Kau telah bersalaman, berpeluk dan pisah. Dalam perjalanan pulang, fikiranmu melayang ke tanah air tentang langkar Masihi Mau'ud yang ingin kau kerjakan.
Kota Marudu
7 Disember 2019.
Lasykar-Lasykar Eohani
Tiap satu ada peranannya. Dan kita pada zaman ini. Samawi tetap mengirimkan hujan semi, cukup dengan takarannya, bumi merekah dan benih itu tumbuh menjadi tempat berteduh musafir lelah. Adakah yang menidakkan sinar langit dari menara Masihi? Mampukah kau berjalan dalam kegelapan dan menjauhkan dirimu dari sinar langit. Kerana kedegilanmu itu kau jatuh ke dalam sumur dalam. Ayuh! Kau telah mendengar panggilan Imam Zaman. Buka, pintu kalbumu seluas mungkin. Jangan ketinggalan, kita adalah lasykar-lasykar Masihi Mauud di zaman ini. Senjatamu tidak melukai dan tidak membunuh. Ia adalah air samawi yang menghidupkan yang telah mati, melepaskan dahaga musim kemarau panjang, membebaskanmu dari belenggu kegelapan dan dosa-dosa. Tabir langit telah terbuka, salam dan salawat ke atas junjungan wujud suci Muhammad Rasulullah. Kafilah Masihi Mauud telah bergerak maju, kita ada di dalamnya. Kota Marudu, 8 Disember 2019.
Lapangan Jalsa Rabwah
Aku berdiri seperti pentas yang tinggi sedikit, memandang luas lapangan rumput hijau dan rata. Di depan ada sekumpulan anak-anak bermain cricket. Mereka asyik dan aku pun asyik melihat kegirangan mereka. Matahari siang langit Rabwah menawan. Renunganku jauh ke dalam halaman silam. Lapangan ini adalah lapangan jalsa. Di situ duduk para pendengar itaat dan sabar. Suara Khalifa sampai ke telinga menawan kalbu Ahmadi. Di atas sudut ini kupejam mata cuba membolak halaman sejarah, kegemilangan kehadiran Khalifa di sampingmu. Di sini aku berdoa seperti saudaraku Ahmadi yang lain, suatu hari lapangan ini menjadi lapangan jalsa dan dapat kubayang Rabwah bangun dalam satu malam hanya dengan kehadiran seorang kekasih, seorang Khalifa. Dan itu tidak mustahil hari itu makin dekat kepulangan Khalifatul Masihi yang tercinta. Naree Takbir.
Kota Marudu
9 Disember 2019
Anak-Anak Tahfiz
Di pinggir Rabwah, suatu pagi, kau menyambut tetamu Masihi Mauud. Tahfiz Ahmadiyya, di sini, lahir bintang bintang Hafiz yang bersinar. Pada sautu penjuru, seorang anak sedang membacakan hafalan dan diteliti. Pada kelancaran, lincah lidah dan hafalan disemak dengan tenang. Guru-guru dan pengkhidmat yang teliti dan sabar. Langit dan sekelilingnya pun sabar seperti telah biasa mendengar anak-anak menghafal. Pada bilik-bilik dan sekelilingnya hidup dengan ayat-ayat Al Qur'an. Kecergasan, sabar, displin dan arah tuju telah menjadi satu dalam diri. Aku melihat anak-anak Tahfiz itu, wajah-wajah mereka semua telah bertukar dalam satu masa menjadi anak-anak tumpah darahku. Seperti aku hadir di depan murid-muridnya adalah anak-anak dari tanah lelohor dan menjawab salam kami ketika berpisah meninggalkan mereka siang itu.
Kota Marudu
10 Disember 2019.
Mubaligh Awalin
Mengenangmu dari sumur cinta mengalir ke dalam kalbu. Bagaimana aku tidak mengenangkanmu, ketika kami dalam kegelapan kau datang membawa khabar suka. Kami yang jahil dan buta rohani. Kedatanganmu telah membawa nur Ilahi membawa kami keluar dari belenggu kegelapan panjang. Anak peribumi telah menyambut Salam Imam Zaman dan mengucapkan baiat. Mengenangmu, dalam doa-doa. Kalian adalah mubaligh awalin di tanah lelohor ini. Hari ini kami terus melangkah, khabar suka itu terus kami sampaikan. Pengorbanan kalian menjadi jazbah dan perjuangan dan khidmat anak anak peribumi. Cahaya dari menara Masihi Mauud tak akan padam. Ia telah menjadi langit dan bumi baru. Kalimat tauhid berkumandang dan Wujud Rasulullah, nabi sempurna dan penghulu segala nabi. Mengenangmu mubaligh awalin dalam doa-doa kami dari jiwa yang sedar dan tawajuh.
Kota Marudu
10 Disember 2019
Tanpa Sempadan
Dalam kekurangan diri, samawi terus mengirim Hujan Kurnia dan tak berhenti dan tak akan berhenti. Kau bertanya sampai di mana kamu pada siang ini. Pekerjaan ini tak akan pernah berhenti. Ketika kamu bangun, rasa syukur kamu masih bisa berkhidmat. Lelah dan kekurangan tak akan menghalangmu berhenti membawa khabar baik. Al Masihi dan Imam Mahdi telah datang. Bumi yang disiram dengan hujan kurnia itu benih Ahmadiyyat tumbuh dan tetap subur. Kekayaan rohani itu sumber mata airnya dari seorang Nabi, dan tulisan-tulisannya cahaya yang berkilau dan gemilang. Kurnia ini buatmu, saudaraku. Baca, baca, baca, dan jadilah murid yang rajin. Tak ada lagi sebab kau tak akan membaca, kerana sumber mata airnya mengalir dan tak akan pernah kering. Usah berhenti, saudaraku, gerhana telah berlalu, ini zaman kita, umati akhirin. Purnama di menara putih, ini kebenaran hakiki. Bukalah matamu, pasang telingamu, biarkan air samawi mengalir ke dalam kalbumu. Inilah kemenangan rohani, kemenangan hakiki, dan kemenangan itu kau sendiri saksikan, Islam Ahmadiyyat maju ke depan dengan segala ke gemilangan dan kemenangan ini tak akan dapat kamu bendung sekalipun kamu gunakan segala kekuasaan dunia kerana ini adalah kebenaran samawi.
Kota Marudu
11 Disember 2019
Cinta Khilafat
Tanpa khilafat di zaman ini bumi tanpa bulan, bintang dan matahari. Ke mana pun engkau memandang, tiap langkah, fikiran, harapan, gapaian tangan ini, belai kasih tidak akan sedikit pun bermakna tanpa mengenal khilafat. Menjauh dari Khalifa waktu seperti hilang dalam kegelapan angkasa raya. Aku lahir di zamanmu, ketika bathera umma di pukul badai dan laut gelora, nun di sana ada cahaya dari menara, langit mengirim Imam Zaman dan Masihi Mau'ud dan aku datang kepadamu mengucap baiat. Seribu malam kegelapan telah berakhir dan fajar menyinsing siang tiba dengan perkasa. Kau, saudaraku, tak perlu takut, sekali tercuba, mundur dan mengaku kalah. Hidup tanpa mengenal khalifah, kosong dan tanpa makna. Mengenal Khalifa waktu, adalah kemenangan dan nikmat sepanjang hayat. Mengikat pada tali khilafat kau tidak akan pernah sendiri, samawi terus mengirim hujan semi. Inilah kurnia Allah Taala kepadamu di zaman ini. Inilah kurnia supaya kau tak hilang dan sesat. Inilah kurnia, sumur yang tak pernah kering, airnya manis sepanjang zaman. Kota Marudu, 17 Disember 2019.
Amir Ghana
Kami bernafas dari udara yang sama berangan dan mimpi petang di bawah langit Rabwah yang berbarkat. Katamu, kedatanganmu bukan sebagai guru, tapi adalah murid yang mendambakan nasihat dari bumi khilafat. Suaramu adalah seorang khadim menunggu perintah dilaksanakan. Benuamu, Afrika, jauh dan di sana ada tersimpan rahsia masa depan gemilang. Inilah waktu untuk Afrika. Selama ini kau hanya mendengar tentang abdi sahaya yang diceput dari desa dan tanah lelohor ke tanah asing dan tak akan kembali. Kezaliman dan kebiadapan telah ditimpakan ke atas bangsamu, bangsa Afrika. Hari ini Afrika telah bangkit dan siap siaga mendekati hari kemenangan itu. Afrika, kini giliranmu. Bukankah tiap bangsa bangun dengan sejarah dan tamadun. Bukankah yang lain telah mendapat gilirannya. Semua telah merasakan kegemilangan suatu bangsa dan zaman keemasannya. Kini, kurnia itu, akan turun, pada Afrika, Ghana raya, suara-suara khilafat menyebutmu, Ghana raya. Katamu, hadiah ini untuk khalifah, satu bahagian bumimu, tiap jalan, tiap desa, tiap persinggahan, ke mana matamu memandang, ke mana tanahmu dipijak, telah mengenal Masihi Mau'ud, Imam Zaman. Kata-katamu itu adalah siang yang sempurna. Kata-katamu bukan pedang meminta korban, adalah kasih sayang hidup sepanjang zaman. Aku merenungkan kata-katamu, dan bila kata-kata dan tindakan menjadi sempurna. Bila Ghanaian, yang miskin bebas dari kelaparan, anak-anak Ghanaian tiada lagi tak bersekolah kerana kemiskinan, tiada Ghanaian tidur tak berbubung, tiada Ghanaian, sakit tak terurus dan terbiar. Inilah jazbah seorang Amir kerana bicaranya dari seorang Ahmadi. Keyakinan dan imanmu adalah seorang Ahmadi. Tiap yang terucap, adalah suara kebenaran. Kemenangan ini kerana kau dan aku adalah murid-murid Masih Mau'ud . Amir Ghana, mengenalmu, sebagai sahabat, bangsamu kini telah bangun, kau, khadim yang itaat. Ini adalah kurnia Tuhan kerana mengenal Imam Zaman. Katamu, wahai saudaraku, datanglah ke Jalsa Ghana. Rabwah telah menemukan dua saudara yang di Barat dan timur. Kasih kami tak bersempadan dan hidup.
Kota Marudu
17 Disember 2019.
Canda
Kita telah sampai ke sempadan dan melangkah dan memasuki halaman dan sampai ke pintu, lalu tanpa dipaksa kita pun melafazkan ikrar baiat. Wahai kalbu, kini kau tenang dan damai, keberanian itu telah bersambut. Kau melihat ini satu kurnia. Kau telah menerima Imam Zaman, dan ini adalah kurnia. Kau telah meninggalkan tanah lelohor dan tak kembali. Baiat kau lafazkan seperti benih yang baru tumbuh. Meskipun aku baru, aku tak ingin ketinggalan, dalam pengorbanan. Niatku ada, dalam kalbu ini, ia menjadi tangan dan kaki, yang siap berlumba-lumba dalam kebaikan. Berlumba-lumba dalam pengorbanan. Hari ini, aku seorang Ahmadi. Meskipun aku tidak kaya, pendapatan cukup sekali makan. Namun tidurku tidak tenang. Aku menjadi gelisah sepanjang malam, jika aku seorang bakil. Aku telah menerima panggilan seorang nabi, Al Masihi Mau'ud, Imam Zaman. Aku telah mendengar berkat-berkat memberi. Aku ingin memberi, biar isteri juga tangan yang senang memberi. Biar anak-anak dan keturunanku juga senang memberi. Bukankah di situ ada kedamaian, lafaz yang hanya di bibir mulut tak membawa erti apa-apa kalau tidak disulami dengan pengorbanan. Aku tidak akan menjadi papa kerana berkorban. Wahai Tuhanku, bukankah hidup dan matiku kerana-Mu. Sedikit pun harta dunia tak akan memutar haluan arah tuju. Pengorbanan ini adalah langkah menuju kemenangan hakiki. Wahai saudaraku, Inilah yang mengikat kita, janji baiatmu dan aku, kita telah berada dalam bathera ini, bathera Nuh di era Khalifa waktu. Oleh itu, dalam perlumbaan, keimanan ini tidak akan sempurna, kalau aku tidak memberi canda. Biarkan mimpi - mimpi dunia menjadi debu dan aku tidak akan menjadi budak nafsu yang serakah. Ya Rabbi, mohon aku dan keturunan menjadi pembayar canda yang baik. Kalau ini adalah pengorbanan, letakkan dirimu di barisan depan yang siap dikorban menjadi Ismail hakiki.
Kota Marudu
17 Disember 2019.
Qadian, Darul Aman
Telah bersiap tamu-tamu Masihi Mau'ud, dari segala penjuru. Qadian, Darul Aman. Qadian Darul Aman. Ini kami datang, datang meraih kurnia-Mu. Ini kami datang, menyambut Salammu. Di sini, kami berhimpun, dan berdoa. Jalsa Qadian, Jalsa Qadian. Tiap lorong, tiap sudut, kamar, Baitul doa dan masjidmu adalah sentuhan doa-doa suci Masihi Mau'ud. Jalsa Qadian, Darul Aman. Jalsa Qadian Darul Aman. Kami datang dengan Zikir dan doa. Tiap ketiap ketul daging, butir nasi, dan dhal dari langkarmu sentuhan doa dan kurnia. Kami, tamumu, Qadian, Darul Aman. Tiga hari jalsa di bumi Qadian, panggilan kasih dan persaudaraan rohani yang hakiki. Qadian, Darul Aman, kami datang padamu. Qadian, Darul Aman, kami datang mencari reda-Mu.
Kota Marudu
17 Disember 2019
Tehrik-i-Jadid
Inilah zaman, zaman Masihi Mau'ud. Inilah zaman, pintu samawi terbuka luas. Kau terpanggil turun di lapangan hijau. Kau terpanggil berkorban tanpa paksa dan tersiksa. Kau, umma akhirin, hidup matimu dengan khilafat. Kemenangan hakiki, kemenangan Islam. Selangkah demi selangkah kau mendaki sampai ke puncak, gema tauhid Ilahi sampai ke empat penjuru bumi. Ketika kami ucap janji, ia adalah tekad dan pengorbanan. Jayalah, padamu yang menyambut panggilan ini. Tiap janji yang terucap adalah perjuangan sepanjang tahun. Perjuangan ini bukankah jalan meraih kurnia-Mu. Wahai saudaraku, mari, sempurnakan janjimu, biar namamu tertulis di samawi. Jazbahmu tak pernah kendur. Bukankah kau yang terpanggil, peningkatan janji tehrik-jadidmu adalah keyakinan seorang Ahmadi. Keyakinanmu yang tidak pernah akan berubah.
Kota Marudu
17 Disember 2019.
Baiat
Ke mana pun engkau pergi, pelosok bumi dan langit jauh, dalam kalbu itu, syarat 10 baiat itu seperti menjadi buku yang dibaca tak akan dilepaskan. Menjadi ayat hafalan dan peringatan. Wahai jiwa yang tenteram, Inilah tali yang dipegang dan mengikat. Inilah jiwaku sebenar. Ketika kau lihat dalam dan luar tak akan berubah, tindakan dan tutur kata ini, adalah aku, seorang Ahmadi. Segala perjuangan hidup ini, hanya untuk mendapat kasih samawi. Aku telah mengucapkan baiat, kerana aku telah menerima Al Masihi Mau'ud dan Imam Zaman. Ya Rabbi, ketika aku pada kedudukan paling hina Engkau telah mengangkatku dari tenggelam dan hanyut ke dalam badai samudera. Ketika aku terlalai dan lupa diri, Engkau membawa aku kembali di tanah tinggi terhindar dari bintang buas dan kesesatan. Ketika aku datang Kepada-Mu, Engkau menerimaku dengan pintu terbuka. Bagaimana aku menolak tepi nikmat-nikmat dan kurnia dan rahmat-Mu. Aku tahu di luar sana tidak ada syafaat, tidak mungkin dan tidak akan menoleh atau berpatah balik kerana Inilah kebenaran hakiki, Islam Ahmadiyyat. Wahai kalbu yang tenteram, baiat yang telah aku ucapkan, akan kupegang dan aku tak akan melepaskannya. Tidakkah kau lihat, bukankah ini kemenangan. Sekali aku tak akan pernah bimbang atau takut sekalipun hujan panah datang ke arahku. Dan aku tak peduli sekipun cercah dan tuduhan, kemarahan dan siasatmu supaya aku menukar haluan dan jadi derhaka. Sungguh, aku tak akan berganjak. Ya Rabbi, lindungi dan pelihara aku, dan selamat aku dari semua fitnah dan kejahatan-kejahatan di siang hari atau di malam malam tersembunyi. Ya Rabbi, aku hanya seorang Ahmadi, yang telah baiat dan menerima Al-Masihi Mau'ud dan Imam Zaman. Pada dunia, segalanya telah aku lepaskan. Hanya pada-Mu, hanya pada-Mu. Aku hanya seorang khadim dari umat Muhammad akhirin.
Kota Marudu.
18 Disember 2019
Khidmat
Kau telah meninggalkan Jamiah, berdiri memandang langit biru dan bumi yang terbentang luas. Kau menunggu perintah ke bumi mana kau dikirimkan. Belajar itu tak pernah ada sempadan, tak pernah berhenti dan puas. Seperti kurnia dan ilmu tak pernah habis dan tohor. Kau ingin mendaki dari satu tahap ke tahap yang lebih tinggi. Nanti kau akan turun ke lapangan. Kau adalah seorang pengkhidmat dan waqaf. Ini adalah pilihanmu. Ini adalah tujuan, mendahulukan akhirat dari keasyikan dunia. Tiada siapa yang bisa berkata, pilihan ini salah. Waqafmu telah diterima. Kau ingin berkhidmat. Kau tak peduli, kerana kau adalah kepunyaan Tuhan, dan kau telah memberikan yang terbaik pada Tuhan Alam Semesta. Dia yang menjawab doa-doamu di malam hari. Ketika niatmu memilih jalan ini, ayahmu berkata, 'Nak, jangan sekali menoleh ke belakang.' Wahai. Anakku, mengkhidmati agama itu adalah suatu yang suci. Kau tak akan pernah sendiri kerana Tuhan selalu berada di sisimu. Kini, aku telah siap, turun ke lapangan di bawah langit dan bumi baru. Aku adalah mubaligh, siap menerima perintah ke mana pun. Inilah waktu berkhidmat, di zaman Al Masihi dan Imam Zaman.
Kota Marudu.
18 Disember 2019.
Doa
Tidak ada kekuasaan di bawah langit ini yang dapat membunuh kebenaran. Segala senjata dan siasatmu tak akan berhasil. Dan hujah-hujahmu tak sedikitmu mengugat atau mendiamkan suara-suara kebenaran sampai ke telinga yang ingin mendengar, pada kalbu yang membuka pintu masuk nur dan mengusir kegelapan. Lihat selama ini kekuatan doa, menggalahkan fir'aun-fir'aun sekali dengan tukang sihirnya. Wahai saudaraku, sampaikan, jangan sekali berhenti, sampaikan, kerana khabar baik itu harus sampai. Langit telah mengirim Al Masihi dan Imam Zaman. Khabar itu harus sampai. Ya Rabbi, berilah aku kekuatan menolong, panjangkan langkahku, sampai ke lembah kalbumu membawa hujan semi. Ayuh saudaraku, jangan biarkan waktu melucur cepat dan kau kesiangan. Tiada yang menghalangmu, menyampaikannya dengan hikmah, membawa kembali kegemilangan Islam. Bebaskan dirimu dari belenggu dunia. Ayuh, bangkitlah saudaraku, dengan kasih dan sayang, dan doa, yang mustahil menjadi kenyataan. Aduhai, bertapa malangnya, menunggu dan menunggu, kerap mendongak ke langit. Sungguh saudaraku, Isa putera Maryam tak akan kembali. Tidakkah kau tau, yang kau tunggu-tunggu selamanya tak akan datang, di Srinagar, ia disemadikan. Mengapa kau berpijak di tanah runtuh. Tiap yang hidup akan mati. Tiada yang kekal abadi. Semuanya kembali menjadi debu, menjadi tanah. Wahai saudaraku, jangan merasa lelah dan kendur, maju terus. Tiada keuntungan di dunia fana ini, kerana semuanya akan hancur, lebur dan musnah. Sentuhan debu dunia pun tak akan kau bawa pulang. Wahai saudaraku, apa yang kau bimbangkan semua dusta-dusta dari mulut yang kacau itu kembali kepadanya. Langit telah mengirim Utusan Zaman, Mirza Ghulam Ahmad, seorang nabi, datang menyingkap rahsia langit dan kau telah melihat sinar langit, cahayanya mengusir segala kegelapan. Inilah kebenaran hakiki. Wahai saudaraku, kau tak pernah sendiri, lihatlah kekuatan doa, lihatlah kebenaran Masihi Mau'ud dan Imam Zaman yang mati menjadi hidup. Taman yang terbiar beberapa kurun kini telah menjadi taman dengan bunga bunga yang wangi dan menawan. Kau telah menjadi saksi kebenaran Islam Ahmadiyyat.
Kota Marudu
20 Disember 2019.
Solat Jumaah
Tidakkah kau tahu hari ini, hari Jumaat? Mari, mari saudaraku, lepaskan dunia sebentar, kerjakan Solat Jumaah. Yang dekat dan jauh, desa atau bandar, di lautan atau daratan, di tanah lelohor dan tanah asing, di mana-mana permukaan bumi ini, mari, kita meraih kurnia Allah Taala, solat Jumaah. Kau adalah lasykar-lasykar rohani, yang membawa pesan damai. Pada kalbumu selalu kedamaian. Sebaliknya tidak pernah kekerasan malah kau membawa cahaya keharmonian. Lasykar-lasykar Masihi Mau'ud ini, kehadiranmu, hanya kebaikan, hanya kebaikan, tanpa sempadan, tanpa satu das letupan, lafazmu kasih sayang, membawa angin dingin yang segar. Mari, mari, saudaraku, dengar suara Khalifa waktu, mari, mari, saudaraku, kita berkumpul, kerjakan Jumaah.
Kota Marudu
20 Disember 2019.
Perjuangan
Kita terpanggil untuk berjuang. Tiap perjuangan itu kita diminta berkorban. Perjuangan dan pengorbanan, dua kata selalu berganding, barulah lahir patriok bangsa. Bangsa Merdeka, sebelum Merdeka dan selepas Merdeka, ini yang masih kita laungkan supaya anak-anak bangsa tidak lalai dan terlupa, menjaga buah kemerdekaan ini. Ada berkata, Kita tak ingin kemerdekaan sekarang ini, kalau, ia pohon, tumbang di siang hari tak tahan menahan peralihan musim. Ketika suatu malam hujan ribut, paginya ia tumpang dengan akar-akarnya, tercabut bersama tanahnya. Kita pun tak percaya mengapa tindakan alam itu hanya memilih pohon ini, pohon kemerdekaan, telah tumbang. Selama ini jadi icon dan kepercayaan. Sepatutnya ia hidup sekurun dan selamanya dalam minda dan jiwa bangsa. Tapi, ia telah tumbang. Bukan separuh, tapi tumbang seluruhnya. Kita menyesal. Lalu dari orang pun ke sana ke mari mencari jawaban dan berusaha mendirikan pohon kemerdekaan itu dari tumbang dan mati. Dicari ubat dan antidot supaya pohon itu dapat diselamatkan. Timbul harapan, bagaimana kalau punya lampu Aladin. Hanya tinggal menggosoknya sekali, lalu muncullah Jin perkasa di bawah permukaan bumi. Siap untuk mengabulkan permintaan dan keinginan anak bangsa yang masih binggung dan tak tau apa yang mau disebut. Mereka saling melihat, tercegang. Dari mulut mereka keluar bahasa yang kacau sambil tangan mereka tolak-menolak. Akhirnya, Jin, malas dan bosan menunggu, terlalu lama meluahkan perasaannya dalam Bahasa inggeris, ia berkata, 'Sorry too long.' aku masih ada pekerjaan lain. Mereka pandang-memandang di tempatnya, tak tahu hendak berbuat apa. Lalu salah seorang berkata, 'Wahai kalbu, bukan kita masih punya langit dan bumi, air dan matahari. Mari kita bajak supaya tanahnya lembut, air dengan takarannya, Cahaya yang cukup, dan penjagaan sepanjang pertumbuhan di tanah Merdeka. Kalau tadi mereka menjadi keliru dan hilang akal. Kali ini timbul rasa ingin berdoa. Kerana selama ini, senjata ini telah mereka belakang. Tapi, sekarang tiap langkah dan harapan tidak akan berhasil tanpa doa. Lalu dalam senyap mereka semua berdoa masing-masing dalam Bahasanya yang kacau inggeris bukan bahasa Malaysia pun bukan. Samawi menurunkan hujan musim semi, pengabulan dan penyempurnaan sebuah harapan. Lalu pohon kemerdekaan itu tumbuh perkasa dan ia terpelihara dari ujian musim dan badai dan angin kencang. Apakah ada lagi yang kita lupa. Kedamaian, sahut salah seorang pejuang dan tali pengikat. Semuanya kematian akal. Dalam chaos, mereka melihat menara putih, tanda-tanda dan isyarakat langit. Ayuh! kita ke sana mencari jawaban kerana perjuangan dan pengorbanan ini, kuncinya ada di dalam kalbu, mau dan ucapkan, itu adalah kemerdekaan hakiki. Kemerdekaan di kurun Masihi.
Kota Marudu
21 Disember 2019
Pesan-Pesan dan Catatan kemerdekaan
Kita telah lama melangkah dan berlari, berkejar dengan waktu. Kita ingin bersaing dengan waktu. Sedangkan kita sebenarnya terkandung dalam waktu. Kau ingin mencipta waktu, yang kau namakan perjuangan dan kemerdekaan negara bangsa. Dalam gemuruh malam-malam kemerdekaan, dalam bahasa retorik yang berulang-ulang memperingatkan, anak-anak hari ini adalah masa depan negara bangsa. Mereka adalah bajakan hari ini menjadi tuaian, hasil dan buah perjuangan esok. Lalu kau cipta impian dan harapan, sedang pendengarnya, diam dan tak berbuat apa-apa, membiarkan waktunya terlucut. Di pojok, ia, senang sendiri, ketika duduk bersama, mereka berbual panjang dan jam dinding mati, entah telah berapa lama jarumnya tak bergerak. Aduhai, kedamaian, telah hilang. Tiap siang kau mengulang perbualan semalam, hari ini dan esok tak berubah. Kau, tak punya langit, kau tak punya bintang, rembulan dan matahari. Duniamu dalam kotak kecil dalam kamar terasing dan kau mengunci dirimu sendiri dari dalam. Kalau ini yang kau kata, perjuangan dan keseronokan sambil menelan kahakmu sendiri. Kau, mendiamkan kalbumu, tidak berbuat apa-apa, bukankan itu suatu kemalasan dan memakan otakmu sendiri. Ini pesan buatmu, 'biar akar tunjangmu kukuh dan daun-daun hijaumu sentiasa bekerja, di mana sang matahari dan hujan musim semi itu adalah buah dari jazbah dirimu sendiri. Mari, kita persiapkan sebuah bathera, siap belajar ke negeri jauh, siapkan satu kata, inqilab hakiki. Siapkan kalbumu, kerana, di situ bermulanya perjuangan, kedamaian dan harmoni. Ya Rabbi, apa yang ingin ditinggalkan di bawah langit dan bumi merdeka, kata-kata, pedang yang tak melukai, gema suara damai itu sampai ke tiap telinga, tiada perang dan kezaliman, anak-anakmu celek huruf dan nombor, ada bubung di bawah langit, tidurnya tidak lapar, kelahirannya diberkati, bebas dari kemalasan dan tidur panjang, harapan dsn impiannya inginkan kepak-kepak kebenaran hakiki terbang tinggi sampai ke ufuk jauh. Tidak akan ada kemenangan bangsa merdeka jika kau hanya ingin mencipta firaun-firaun dan tukang sihir. Mari, kita, padamkan api amarah dan kita mulai dari kalbumu sendiri. Inilah yang dinamakan kemerdekaan hakiki.
Kota Marudu.
21 Disember 2019.
Bulan Khalis di Menara Tinggi
Ketika bulan khalis di malam tawajjuh
aku mengetuk pintu samawi, sabar dan pasrah.
adalah doa-doa seorang khadim dalam tahajjud.
Kilas cahaya selepas fajar petanda musafir
memandang matari di ufuk barat,
bergerak dalam satu karavan, dan berkata,
Kekasih, di bawah langit dan bumi baru.
Aduhai kekasih,
Di lembah hijau,
Masihkah kamu menutup jendela berandamu
Mengapa kamu masih berpauh pada dahan rapuh dan berdiri di tanah runtuh.
Wahai kekasihku, minumlah air dari
kamu yang berteduh di bawah pohon sana
telah menyaksikan gerhana berlalu, purnama merekah,
di menara tinggi kamu melihat berkibar
kalimah tauhid,
La illah ha illallah Muhammad Rasulullah
Kebenaran Masihi Mau'ud adalah
Masihkah kamu berpura-pura
Di pelabuhan damai, nahkoda Khilafat
bahtera syafaat ini belayar
Nilai
September, 2017
Aku bersaksi pada-Mu
Ketika Aku hanyut di pelantaran waktu
Ya Rabbi, kasih-Mu telah
Membawa Aku ke pulau Syafaat
Lautan dan gelombang Jadi
Sahabat Seorang nahkoda.
Ya Rabbi, Kau telah mendekatkan samawi
Ke dalam kalbu dan menyingkap rahsia
Malam dan siang
Kebenaran Seorang utusan
Kemenangan tak akan tertunda
Kerinduan pada Kekasih
Penyempurnaan nubuah
Penantian yang telah benar.
Ya Rabbi, kau telah meminjamkan
Kepak ini dan telah terpasang indah
Biarkan Aku tentang ke benua jauh
Sekali pun ke khutub terasing
Kalau ini memang takdir
Aku pasrah dan itaat.
Ya Rabbi, Aku memang tiada apa-apa
tanpa-Mu aku rumpaian di lautan tanpa
Daratan untuk berpaut.
Kerana kurnia-Mu
Aku datang pada-Mu
Dalam cahaya bulan khalis.
Nilai
Oktober 2017.
Aku merenung samawi
Dan kembali pada diri
Kalbu ini telah dipersiapkan
Bagai hewan korban
Pasrah di mana pisau
Demi Kekasihku.
Aku hanya khadim
Senantiasa mendamba-Mu
Gema suaraku terbatas
Tapi, Ketika Kekasih memanggil
Lambaianmu bersambut
Ya Rabbi, tuangkan jiwa Ismail
Dan kesabaran Ibrahim
Rindu Musa di gunung Sinai
Doa-doa Isa di Taman Getsemeni
Cinta Kekasih-Mu, Muhammad
Menjadi lembah pengorbanan
Lalu lepaskan kuda semberani
Terja dan larinya menjadi diri
Menerpa sampai ke galaksi
Dan bintang yang jauh.
Ya Rabbi, kalau ini memang pilihan
Tiada penyesalan dan tangis derita
Aku telah siap dikorban
Kerana-Mu, Rabbul Alamen.
Nilai
Oktober 2017
Suara Khilafat telah kau sambut
Ketika datang satu perintah
Diterima dengan itaat dan doa.
Inilah zaman, kemuliaan berkhidmat
Kemenangan itu bukan lagi teka-teki
Samawi telah mengirim khabar gembira
Tiada keraguan dan bukan kebohongan
Dan bumi menjadi saksi dan kenyataan
Kebenaran tak akan dapat dikalahkan
Sekali kekuatan gunung dan Lautan bersatu
Utusan samawi tetap hidup sampai akhir zaman.
Aduhai, purnama telah genap
Seribu malam terlalu singkat
Kami adalah khudam pada zamannya
Ketika suara khalifah sampai
apa ertinya dunia, tiada apa-apa
Kosong dan bernilai.
Wahai Khalifahku yang tercinta,
Katakan satu perintah sekali pun
Di gunung api atau di rimba buas
Sedikitpun tak akan mengecup
jiwa berpatah balik.
Siang datang menawan
Di langit biru burung-burung
Telah terbang benua dan
Kepulauan yang sepi.
Tidakkah kamu lihat
Dikaki horizon derap
Langkah pasukan berkuda
Datang. menawan wilayah rawan
Bukan dengan senjata membunuh
Tapi, kata-kata hikmah penuh harapan.
Engkau, Tuhan Rahman telah
Memanggil dengan menurunkan
Air samawi ke dalam kalbu
Lalu Aku bangun dan melihat
Inayat langit pada siang gemilang
Tiap pertanyaan telah terjawab
Tiap pertemuan adalah kurnia
Utusan telah datang
Musuh-musuh terpukul mundur
Ke dalam lubangnya sendiri.
Ya Rabbi, lidahku tak gencar
Menyaksikan ini hanya
Seorang khadim di penjuru
Ketika lembah perjalanan terbuka
Aku bingkas dengan jiwa badr
Menerpa maju menanggalkan
Dunia jauh di belakang.
Dalam musim berburu
Panah-panah telah siap
Pada busur ditujukan tepat
DiJantung kepalsuan.
Waktu-waktu merah jingga
Hujan samawi turun
Kedamaian itu hanya engkau
Raih dan genggam pada talii Allah.
Di bawah pohon sena
Doa-doa mengalir
Kemenangan samawi
Telah melebarkan sayapnya
Wilayah-wilayah terasing dan jauh.
Aku datang padamu
Membawamu kembali
Menjadi saksi di siang-siang kurnia
Pada malam-malam Tawajuh.
Aku baca kalima tauhid
Laillaha illallah Muhammad Rasulullah
Sungguh maha agung dan maha besar
Dalam cinta hakiki
Mengalir seperti air dingin pergunungan
Meresap ke dalam kalbu yang mutaki
Ya Rabbi,melindungi aku dari jatuh
Kerana tersungkur batu kerikil tajam
Tergores sendiri dahan berduri.
Lidahku basah mengenangkan-Mu
Air mata menitis di atas sajadah
Dalam zikirullah tak pernah lelah
Kasyaf turun dan doa sempurna
Air samawi kauminum tak pernah puas
Pelega zaman yang resah
Damai, damai lembah kalbumu
Syafaat itu pada Muhammad
Rasul pilihan, Kekasih-Mu
Samawi telah mengutus
Kebenaran, adalah gunung bertahan
Kebohongan dan rimba shirik
Telah hanggus dalam kanca waktu
Demi takdir Kemenangan itu
Tiada tangan-tangan kuasa
Dan agen -agen kegelapan
Mampan mengalahkan Kebenaran
Ia, kekal abadi dan mahkota hayat
Dihimpunkan dalam lafaz-lafaz
Syadu dan Tawajuh
Ketika dicampakkan di bumi mana
Yang terasing menjadi lahan menawan.
La iIlahaIlaLlah Muhammad Rasulullah
Jayalah, purnama penuh cahaya gemilang
Janji-janji telah sempurna
kehadiran-Mu bukan rahsia
Salam-Mu telah disambut
Gerhana telah berlalu
Di malam inayat
Kau tak bertanya Lagi
Utusan zaman telah tiba
Tanda-tanda samawi telah tersingkap
Tiada ragu dan tiada dendam
Pintu demi pintu telah terbuka
Kau usah menunggu
Dengarlah, Nara Takbir Bergema
Dengarlah, doa-doa akhirin tak berhenti
Kau pasti menemukan kunci
Menawan kalbu dengan kasih dan sayang!
Ya Rabbi, Aku telah terpanggil
Menjadi Hamzah di langit dan bumi baru
ketakutan telah dihilangkan dari kosa kata
Perintahkan di barisan depan
Di situ kami berdiri gagah seperti Ali.
Tiap penjuru genderang syafaat samawi
Nafiri telah meniup Kemenangan abadi
Berhala-berhala telah runtuh bertaburan
Islam, telah menawan kalbu musim kemarau
Mendatangi hujan musim semi
tanpa menitis darah dan melukaimu.
Kekasih-Mu Ketika menghadapi musuh durjana
Abu Lahab dengan seterunya
Firaun-firaun akhirnya tumbang
seperti abu betebaran diterbangkan angin.
Ya Rabbi, Aku telah terpanggil
Menjadi Hamzah di langit dan bumi baru
ketakutan telah dihilangkan dari kosa kata
Perintahkan di barisan depan
Di situ kami berdiri gagah seperti Ali.
Tiap penjuru genderang syafaat samawi
Nafiri telah meniup Kemenangan abadi
Berhala-berhala telah runtuh bertaburan
Islam, telah menawan kalbu musim kemarau
Mendatangi hujan musim semi
tanpa menitis darah dan melukaimu.
Kekasih-Mu Ketika menghadapi musuh durjana
Abu Lahab dengan seterunya
Firaun-firaun akhirnya tumbang
seperti abu betebaran diterbangkan angin.
Bagaimana Aku bisa membuatmu mengerti
Khabar suka dari samawi membawa hujan semi
Dan cahaya purnama di malam gelap gulita
Utusan datang dengan Seribu malaikat disampingnya.
Ya Rabbi, Jadikah Aku Ansar siap menjadi penolong
Tiap mimpi dunia telah kulepas
Janji-janji-Mu telah sempurna
Masihi Mau'ud telah datang.
Aduhai, Aku telah menyaksikan
Kebenaran langit turun hujan
Aku telah mengucap baiat
Dalam dirimu, nabi buruj,
Al-Masihi Mau'ud
Pencinta, Kekasih Allah
Rasulullah.
Mengapa Aku bimbang pada
Gembur musuh-musuh Kebenaran
Siasah jahatnya salak
Anjing kaki bukit.
Sumpah sarana yang tersembur
Dari mulut khianat hanya
Debur ombak pada dermaga
Akhirnya seperti buih hampasan.
Di malam khianat
Datangkah Bagai firaun
Yang hilang tenggelam
Di dasar laut
Utusan samawi saksi
Kemenangan.
Mengapa Aku bimbang
Janji janji samawi telah genap
Gema Suara Kemenangan
Telah disembark di seluruh penjuru.
Musim menyaksikan telah tiba
Aku tak ingin datang terlambat
Menyambut salammu
Tiada sedikit ketakutan
Atau berpatah balik
Dengarlah nazam keagungan Illahi
Tiap kalbu yang ingin mendengar
Pasti jiwanya pasrah
Lalu pada mata memandang
Lidah pun asyik dalam
Zikirullah dan syafaat
Hanya pada Muhammad Rasulullah.
Apalah Aku kalau
pengorbanan sekecil zarah ini
Engkau senang, maka kepulanganku
Pun Membawa makna.
Musafir yang pulang
Sentiasa malam dan siang
Kurnia Ilahi yang turun.
Langkarmu tak pernah padam
Ketenangan dalam Tawajuh
Nubuwah yang sempurna
Dalam takaran waktu
Kedatanganmu janji samawi
Apa lagi yang kamu tunggu
Sampai kiamat Isa ibnu Maryam
Tak pernah akan turun kembali.
Pada Khilas langit fajar
Khilafat telah kaujabat
Kamu telah melafazkan
Baiat ucap telah dizahirkan.
Aku bermandi cahaya purnama
Kebangkitan Islam telah nyata
Kedamaian kalbumu telah teruji
Malam kurnia ini tamumu datang.
Nilai
Oktober 2017
Malam Khalis Siang Istiqamah
Taufan pasir dan badai angin
Tidak akan mengendur langkahnya
Menemukan samawi dan kejuitsn-Mu.
Kau telah puas makan buah setangkai
Tapi nikmatnya seperti air masih
Ketika dahaga memuncak
Segalanya terasa mencekik dan sementara.
Aduhai kau keliru dan kehilangan anak kunci
Di malam-malam gelap yang panjang
Usah menunggu pada hujan yang tak turun
Atau pada khayalan tukang cerita.
Turunlah pada bumi nyata
Masihi telah datang padamu
Kunci telah dipulangkan
Khabar gembira telah sampai.
Ayuh, qasidah cinta telah dinyanyikan
Manis doa dan amalan
Telah menyingkap tahyul dan rimba syirik
Dan sungguh kau tak ingin walau sebentar di situ.
Pasrah pada-Mu jua
Malam khalis siang istiqamah
Tiap jiwa punya Sahara dan lautan
Taufan pasir dan badai angin
Tidak akan mengendur langkahnya
Menemukan samawi dan kejuitan-Mu.
Kau telah puas makan buah setangkai
Tapi nikmatnya seperti air masin
Ketika dahaga memuncak
Segalanya terasa mencekik dan sementara.
Aduhai kau keliru dan kehilangan anak kunci
Di malam-malam gelap yang panjang
Usah menunggu pada hujan yang tak turun
Atau pada khayalan tukang cerita.
Turunlah mau ke bumi nyata
Masihi telah datang padamu
Kunci telah dipulangkan
Khabar gembira telah sampai.
Ayuh, qasidah cinta telah dinyanyikan
Manis doa dan amalan
Telah menyingkap tahyul dan rimba syirik
Dan sungguh kau tak ingin walau sebentar di situ.
Kini aku datang pada-Mu
Lambaian itu telah disambut
Tali khilafat ini tak akan pernah
aku lepaskan.
Kau adalah Masihi
kemenangan yang dijanjikan
Syafaat akhir zaman
Dan ini tak akan pernah tertunda.
Mengapa kau ingin menidakkan
Siang datang dengan kemilau cahaya
Masihi telah mengucap salam
Seluruh alam telah membalas salamnya.
Kalau aku tenggelam dalam
Lautan marifat-Mu
Kerana rindu dan cinta
Kalau itu kau kata derhaka , aku pasrah.
Debu debu yang bertengger
Pada lantai kalbu ini
Telah bertebaran jauh
Di daerah-daerah gelap dan jauh.
Aku datang pada-Mu
Sebagai khudam yang duduk
Di penjuru alas kaki
Sambil mata menunduk dan itaat.
Rumah Misi KM
Seribu tahun lagi terlalu lama
Menundah kemenangan abadi.
Telingamu telah mendengar
Mata telah menyaksikan
Lidahmu telah mengucapkan
Peganglah pada jubah khilafat ini.
Aduhai, Engkau, Tuhan Rahman
Nur purnama penuh menyerap dalam kalbu
Bertapa kau merasakan kelazatan
Doa-doa dan ibadah di malam hari.
Gempa di lembah gunung
Gerhana kerap muncul
Samawi mengirim hujan semi
Selepas dahaga panjang.
Ketika gegaran menyerkap kalbu
Kau bingung dan gagabah
Berlari cari perlindungan
Takut dan cemas menerkam.
Tiada keselamatan tika menjauh
Dari bahtera utusan zaman
Tiada yang keselamatan
Tika kau mungkir dari Masihi Yang Dijanjikan.
Baiat itu telah kuucapkan di bawah cahaya purnama
Tiada yang lebih menyejuk kalbuku
Hanya suara suara khilafat Ahmadiyyat.
Kota Marudu
Aku datang menyambut panggilan-Mu
Tak akan aku peduli ranjau tajam
Tombak dan panah-panah kau lepaskan
Kalau ini ujian aku pasrah.
Seribu siang dan Seribu Malam tawajuh
Aku turun berkelana menyebutlan nama-Mu
Kau tak akan teruskan satu suku kata
Berisi dendam yang melukai dirimu.
Aku membawa kembali cahaya kebaikan
Biar rumah dan halamanmu sentiasa gemilang cahaya
Kerana lampu dari menara putih tak akan padam.
Benih yang kau semai
Benih yang Kau semai semalam
Telah tumbuh menjadi benua luas
Langitnya tinggin dan jauh sampai ke galaksi jauh
Aku telah menyaksikan dalam zaman ini.
Saudaraku, sudah kau tunggu yang tak datang
bila bila pun Isa ibnu Maryam tak akan datang
Dan kau tak akan teruskan kerana menunggu
Masihi Muhammadi, telah datang.
Bebaskan dirimu dari gerhana di pundakmu
Bebaskan dirimu pendusta-pendusta zaman
Berselindung pada kata-kata dan amarah
Dari hujung keduanya pasti dusta belaka.
Kalau kau mendengar khayalan dustanya
Kau telah menutup pintu samawi
Dan berjalan dalam lorong lorong gelap
Kehilangan dan meraba-raba.
Bagaimana aku dapat membuka jendela kalbumu
Memberitahumu di sini tak ada kau takutkan
Di sini tak ada binatang buas siap menerkam
Yang ada kebenaran, kedatangan Masihi zaman.
Salam, salam.
Inilah waktunya
Kami tidak menunggu lagi
Pintu langit terbuka
Utusan telah datang.
Kami, khudam yang nekad
Di lapangan tanpa menunggu
Dalam kalbu telah siap
Berkorban dan menjadi Khalid.
Kami tak kendur dan patah langkah
Di menara putih telah berkibar
Bendera Laillah ha illah Muhammad Rasulullah
Lunak dan nikmat di hujung lidah tawajuh.
Aduhai Khalifatul Masihi yang tercinta
Perintahmu kami dengar dengan itaat dan cinta
Dan di bumi ini nur-Mu bersimbah
Biar purnamamu hidup selamanya.
Khudam
Siang datang menyingkap rahsianya
Purnama di langit Masihi
Kemenangan itu janji sempurna
Dalam jiwa kami demi Islam.
Kami membawa khabar
Masihi Muhammadi itu telah datang
Mirza Ghulam Ahmad, utusan langit
Kebenaran yang menawan.
Khalifatul Masihi Al Khamis tercinta
Ketika kami diperintahkan
Malam atau siang
Kami siap di barisan depan.
Dalam dada ini
Darah merah mengalir
cinta dan kasih sayang
dari telaga kekasih-Mu, Muhammad.
Kami khadim itaat dan siap
Menjadi dai dan cinta khilafat
Di lautan juang dan benua pengorbanan
Kami memanggilmu sampai ke pintu Masihi zaman.
Kota Marudu
13 March 2018
Fajar telah menipis hilang
Kau melangkah pada kanca siang
Tiap denyut nadimu
Bergetar cinta Ramadan.
Kau tak mendambakan dunia
Telah kaulepaskan malam malam kencana
Munasabah seorang khadim
Beristinbak pada panggilan samawi.
Aku dengar panggilanmu
Dahaga kemarau tandus
Telah Lama terakhir
Gerhana telah terlalu.
Di bulan ini ruh Ramadan
Mengalir dari sungai Tawajuh
Takwa adalah jalan lurus
Kemenangan khilafat ummatan wahidah.
Ramadan
Seperti mendakap bulan
Kami menyambut kedatanganmu
Damai, damai lautan kalbu
Damai, damai doa dalam Ramadan
Lemak-lemak dosa cair
Dalam takaran waktu
Berlumba sampai ke garis terakhir
Tiap pada zikirullah
Adalah cinta seorang khadim
Di mezhab-Mu
Pasrah dan siap dikorbankan.
Ramadan al Mubarak
Pintu samawi terbuka
Ya Rabbi, usah biarkan API kebencian
menyentuh lembah hijau
Walaupun ada di pelosok Malam
Ada yang menyala api
Ingin membakar kebenaran.
Ramadan Al Mubarak
Ramadan Al Mubarak
Kesucianmu tak akan ternoda
Kesucianmu hidup
dalam nur bersimbah.
Di bulan Ramadan
Samawi dekat
Samawi dekat
Terima kami dengan kemampuan
dan kekurangan
Kalau pengorbanan seperti ini
pintu samawi terbuka
Itu sudah memadai.
Seperti air bening yang melegakan
Kami berdiri bahu membahu
Saf yang tersebut mulai solat
Kedamaian Malam Ramadan al Mubarak.
Tiap gerak tak mendahului Imam
Itaat seperti Ismail di Mehzab-Mu
Cinta khilafat bunga kembang Rose
Murni dan kalbu yang tawajuh.
Kami telah merelakan keinginan dunia
Lepas dari lubuk kalbu
Dari pengabadian yang rela
Pengorbanan itu jiwa Kami.
Malam Malam Ramadan
Kemenangan mengalahkan amarah
Titik titik hitam telah hapus dan larut
Kami Peganglah Allah ini sampai kiamat.
Kota Marudu
Mei 2018
Utusan samawi membawa khabar suka
Taman Islam subur dam hijau
Datangmu rahmat golongan akhirin
Isyarat dan tanda telah sempurna.
Kau telah lihat cahaya kemilau
Pada menara putih yang menawan
Burung-burung merpati terbang jauh
Barat lembah hijau medan tabligh.
Laungan cintamu telah bergema
Hidup Islam hidup Ahmadiyyat
Kemenangan ini kebenaran samawi
Membawa angin ishlah sampai dalam Kalbu.
Damai, damai bumi persada
Maha suci Tuhan Rahman
Khilafat Ahmadiyyat karunia samawi
Gemilang, kemilau kemenangan Islam.
Layar bahtera Masihi telah berkembang
Tenang, tenang menuju kemenangan
Raih, raih tangan khalifah
Lafaz baiat sempurna panggilan zaman.
Menyambut Hari Khilafat
Tahukah kau wahai saudaraku
Hari ini hari khilafat
keagungan Islam pada puncaknya
Kemenangan itu pasti janji samawi.
Tahukah kau wahai saudaraku
Jayalah khilafat Ahmadiyyat
Hari yang tunggu telah genap
Purnama penuh di Langitnya.
Tahukah kau wahai saudaraku
Tiada tangan yang dapat menghalang
Tiada kuasa mengalahkan kebenaran
Khilafat Masihi Mau'ud
Tahukah kau wahai saudaraku
Hari yang berberkat ini
doa doa kami tak akan berhenti
Jayalah khilafat Ahmadiyyat.
Kota Marudu
Mei 2018
Laju laju Bathera Masihi Mauud
Laju menuju pelabuhan damai
Hasrat Kalbu meraih samawi
Tak berhenti sebelum dicapai.
Tiada musim dalam berjuang
Gelombang dan ribut
Datang bergulung
Tak akan merubah kudrat Ilahi.
Baiat dilafaz perintah dipegang
Suara khalifah himpunan kasih
Di pelosok dan di rimba mana
Kami datang menawan Kalbu.
Hidup Islam Hidup Ahmadiyyat
Lihatlah musim bunga kembang mewangi
Manis madu kasih bersambut
Jaya berkurun golongan akhirin.
Kota Marudu
Mei 2018
Seperti air bening yang melegakan
Kami berdiri bahu membahu
Saf yang tersebut mulai solat
Kedamaian Malam Ramadan al Mubarak.
Tiap gerak tak mendahului Imam
Itaat seperti Ismail di Mehzab-Mu
Cinta khilafat bunga kembang Rose
Murni dari kalbu yang tawajuh.
Kami telah merelakan keinginan dunia
Lepas dari lubuk kalbu
Dari pengabadian yang rela
Pengorbanan itu jiwa Kami.
Malam Malam Ramadan
Kemenangan mengalahkan amarah
Titik titik hitam telah hapus dan larut
Peganglah tali Allah ini sampai kiamat.
Kota Marudu
Mei 2018
Tahun depan masih jauh
Kehadiranmu adalah rindu yang terubat.
Ya Rabbi, Aku menginsafi kekurangan
Kemahuanun sebesar langit
Tapi jangkauan bathera ini sedepa.
Siang-siang akhir Ramadan
Panas matahari pertengahan bulan Mei
Kami datang dengan kasih
Hanya setitis pelega karunia samawi.
Di anak tangga kau sendiri
Wajahmu seperti kemarau di lembah
Kalbumu adalah Laut yang resah
Namun masih membalas dengan syukur.
Ramadan, telah memberi kami kekuatan
Menyempurnai hak-hak Allah dan insan
Langkah Kami terhad
Sedangkan lapangannya luas.
Siang-siang akhir Ramadan
Panas matahari pertengahan bulan Mei
Kami datang dengan kasih
Hanya setitis pelega karunia samawi.
Di anak tangga kau sendiri
Wajahmu seperti kemarau di lembah
Kalbumu adalah Laut yang resah
Namun masih membalas dengan syukur.
Ramadan, telah memberi kami kekuatan
Menyempurnai hak-hak Allah dan insan
Langkah Kami terhad
Sedangkan lapangannya luas.
Ramadan, kau akhirnya pergi
Tiap Kalbu melepasmu berat
Tahun depan masih jauh
Kehadiranmu adalah rindu yang terubat.
Ya Rabbi, Aku menginsafi kekurangan
Kemajuan ini sebesar langit
Tapi jangkauan bathera ini
sedepa mengharungi gelombang amarah.
Baitul Awal, Kota Marudu
Ole-ole Tanah Seberang
Bulan syawal di langit
Langit Ramadan telah berlalu
Tapi ia Jadi dinding di Kalbu
Kurnia kasih mengalir tanpa musim.
Damai, damai danauku
Serangga amarah di pohon tawajuh
Telah pergi di rimba jati
Kasih sayang-Mu
Gunung bertahan para minda dan raga.
Salam Aid Fitri dilafazkan
Mubarak! Tali persaudaraan ummah
Tiada sempadan langit dan bumi
Khilafat Ahmadiyya hidup abadi.
Ramadan, buat ia jadi bumbung
Dan dinding perlindungan
Malam dan siang
Jayalah Islam, Jayalah Ahmadiyyat.
Kota Marudu
AIDIL FITRI 2018.
Siang-siang akhir Ramadan
Panas matahari pertengahan bulan Mei
Kami datang dengan kasih
Hanya setitis pelega karunia samawi.
Di anak tangga kau berdiri
Wajahmu seperti kemarau di lembah
Kalbumu adalah Laut yang resah
Namun masih membalas dengan syukur.
Ramadan, telah memberi kami kekuatan
Menyempurnai hak-hak Allah dan insan
Langkah Kami terhad
Sedangkan lapangannya luas.
Ramadan, kau akhirnya pergi
Tiap Kalbu melepasmu berat
Tahun depan masih jauh
Kehadiranmu adalah rindu yang terubat.
Ya Rabbi, Aku menginsafi kekurangan
Kemajuan ini sebesar langit
Tapi jangkauan bathera ini
sedepa mengharungi gelombang amarah.
Baitul Awal,
Bunyi apakah itu
Seperti air menitis
Di bumbung zink
Nyaring di suatu pagi.
Anak-anak masih ketiduran
Siang telah merangkak
dari selimut malam
Tenang seribu azam.
Burung pagi menyanyi
Menyambut datangnya
Kurnia Allah
matahari dara muncul dengan harapan.
Kasih bertengger di dahan Masihi
Rindu musafir di oasis hayat
Merenung pada menara putih
Pada langit bulan purnama.
Langkah perlahan tuju yang pasti
Kemenangan berlinggar dalam udara zaman
Khilafat penguat iman
Karunia dipegang erat sampai kiamat.
Kota Marudu
Mei 2018
Di mana akan dicari persaudaraan rohani
Pada Malam gelap hanya jalan mati tak berhujung
Pada ranting kayu kering mudah patah dan reput
Pada Laut Tentu ada gelombang ganas
Di mana akan ada Ketenangan seorang Sahabat
Kalau tidak memanggilmu pada Syafaat dan falah
Kerana di situ ada tali Allah
Di mana akan ada kemenangan dan damai
Hanya pada khilafat dan itaat
Di situ ada persaudaraan ummah
Himpunan kasih rangkaian Kalbu yang tawajuh.
Kota Marudu
22 Jun 2018.
Damailah Malaysia raya
Rahmat turun di negara tercinta
Kasih semua dalam kalbumu
Hidup harmoni sepanjang zaman.
Indah permai bangsa makmur
Jiwa merdeka turun-temurun
Semangat juang nikmat berkurun
Pengorbanan tunjang kejayaan bangsa.
Bahasamu kaya dan menawan
Pandangan mata firasat melahirkan ilham
Budayamu dari bangsa yang besar
Cinta Tuhan dan kasih Rasul.
Rujuk hidup Berkorban Serangga
Tiap tindakan dan pengucapan kata
Tak akan melukai hari saudaramu
Kesedaran disemai jenerasi mendatang.
Ya Rabbi, melindungi kami ketika teruji
Peliharalah kami dari musuh durjana
Api sengketa dan perpecahan sendiri
biar damai dan kasih datang jadi pegangan.
Maklumlah, Malaysia raya
Karunia-NYa turun bagai bukan musim semi
Di tanah air tercinta, dan bangsa merdeka
Lahan subur lahirnya tokoh dan pemimpin gemilang.
Gemilang, Malaysia raya
kesatuan ke arah kekuatan bangsa merdeka
Tiap bangsa di selamanya mata rantai yang kukuh
Saling menguat antara satu sama lain.
Lambang kegemilangan kejayaan bangsa
langkahmu berjanji bukan dari rasa takabur
Tapi atas landasan kebenaran yang hakiki.
Kota Marudu
9 Ogos 2018
Inilah hari yang diberkat
Kedatanganmu penyempurnaan salam
Cinta dan kasih persaudaraan Islam
Berkumpulnya murid-murid Masihi Mau'ud.
Inilah hari yang diberkat ini
Langkar lajnah telah mulai siang dan Malam
Solat Tahajjud di malam bening
Dalam doa, air mata menitis di sajadah.
Inilah hari yang diberkat ini
Pesan khalifah al khamis kau dengar tekun
Kalbumu merenung ceramah pemidato
Menelan nikmat sarapan rohani sepanjang hari.
Inilah hari yang diberkat
Jalsa bagaikan taman indah akhir zaman
Pelbagai bunga dan harum semerbak
Kemenangan rohani di akhir zaman.
Inilah hari yang diberkat ini
Kita hidup di zaman golongan akhirin
Pengorbanan sepanjang hayat
Perjuangan sampai kiamat.
Inilah hari yang diberkati
Kebenaran samawi tak akan dapat dikalahkan
Khilafat Ahmadiyya terdiri kukuh
Purnama penuh kemenangan Islam.
Inilah hari yang diberkati
Masa menunggu telah berlalu.
Inilah hari yang diberkati
Nama-Mu disambung puji
Kekasih-Mu Muhammad Rasulullah
Kerana Islam dan Ahmadiyyat kita telah diterjemahkan.
Inilah hari yang diberkati
Jalsa Salana ini adalah kurnia-Mu
Salam dan dakap kehangatan cinta
Hidup tamu tamu Masihi Mauud.
Inilah hari yang diberkati
Kami adalah khadim-khadim ikhlas
Layanan mesra hidangan kasih
Jadilah Jalsa Salana Sabah ruh jalsa sejati.
Kota Marudu
Inilah hari yang berberkat
Pelbagai bunga dan harum semerbak
Kemenangan rohani di akhir zaman.
Inilah hari yang berberkat ini
Kita hidup di zaman golongan akhirin
Pengorbanan sepanjang hayat
Perjuangan sampai kiamat.
Inilah hari yang diberkati
Kebenaran samawi tak akan dapat dikalahkan
Khilafat Ahmadiyya terdiri kukuh
Purnama penuh kemenangan Islam.
Inilah hari yang diberkati
Cinta Allah cinta Rasul
Tanda-tanda dan isyarat telah genap
Masa menunggu telah berlalu.
Inilah hari yang diberkati
Nama-Mu disambung puji
Kekasih-Mu Muhammad Rasulullah
Kerana Islam dan Ahmadiyyat
Inilah hari yang diberkati
Jalsa Salana ini adalah kurnia-Mu
Salam dan dakap kehangatan cinta
Hidup tamu tamu Masihi Mau'ud.
Siang telah tiba menawan
Jalan gelap di bukit halaman rumah
Sekawan merpati terbang ke pelosok rantau
Di balik gunung ada negeri damai
Lahan baru medan terbuka
Derap terjah kuda semberani
Dipacu pantas membawamu ke garis kemenangan
Kau telah mendengar
tentang Abu Hurairah terdiri di pinggir pintu
Tanyanya sampai mengetuk ke pintu Kalbu
Ya nak, Kalau mau kepunyaan Tuhan
Dunia ini jadi kepunyaanmu
Siang masih panjang
Kau akan sampai bertemu kekasih-Mu.
Kota Marudu
16 Ogos 2018
Sabah aman dan makmur
Merdeka sepanjang Masa
Hidup harmoni negara bangsa
Jayalah negeri tercinta.
Tanahmu subur jenerasi gemilang
Rimba hujan iklim khatulistewa
Laut dan pulau menawan kalbu
Langitmu inspirasi hakiki damai.
Gunung mega karunia Tuhan
Hewan terlindung dipelihara
Kasih sayang mahkota hati
Salam terucap kemenangan zaman.
Ya Rabbi, majulah Sabah
Kekayaan bumi bertua
Kejayaan bangsa turun-temurun
Kasih sayang pegangan hidup.
Negeri berkat dan dirahmati
Amanat dijaga doa dipanjat
Pemimpin berjiwa rakyat
Hidup sepanjang zaman.
Gemilang negeriku,
Sejarahmu agung dan berdaulat
Jati diri Khazanah bangsa
Aman damai, Sabah, tanah airku.
Kota Marudu
20 Ogos 2018.
Aku terhutang darah dan jasa
Pada pejuang kemerdekaan
Setengah abad ku ukur
Belum ku temui jawaban
Apa yang aku mengerti tentang merdeka
Lantaran aku tidak pernah berjuang
Yang kuhayati hanya lejenda
Dan tarikh keramat 31 0gos 1957
Dari negeri Sabah dibawah bayu
Bersemadi jasad peduka Mat Saleh
Nama terpahat dibatu permata
Dipuncak Nabalu tersimpan indah
Lut senjata kalis peluru
Berpantang jasad menyentuh bumi
Entah kemana pusara dikhabar ghaib
Cuma tugu abadi dibumi Tembunan
Aku cuma pembaca sejarah
Haram setitik tumpah darah ku
Lalu aib mendarah dagingku
Langkah sumbangku berarak
ke Johor Darul Ta'zim
Bukan berpencak bukan bersilat
Menjejak nama pejuang yang dilupakan
SiBongkok anak pedekar Demak
Menggadai daratan bermukim disemudera
Berjuang bukan mengejar gelaran
Apa lagi mohor dan nama
Jauh panggang dari cahaya
Sedang pusara abadi
di Tanjung Puteri
Melaka ada Raja Haji
Pahang ada Mat kilau
Selangor ada sultan Ibrahim
Perlis ada Tok Perlis
Kedah ada Tengku Kudin
Negeri Sembilan ada
Amang Gagap
Perak ada Mahraja Lela
Kelantan ada Tok Jangut
Sarawak ada pahlawan Rentap
Biar kau sentuh sukma angkasarayamu
Aku meluncur ke angkasaraya
melihat bumi seperti sebiji telur
kebiru-biruan dan sentuhan warna putih.
terasa kini telah lepas dari graviti
memandang ke depan, aku berangkat
satu misi. Bumi sayang, kesabaranmu
sejak masa silam. Sekarang kau masih,
masih menyerap dan memberi.
Sejak dulu, anak adam menafsirkan
kata-kata, kekadang mencederai
kemanusian sejagat. Setelah keruntuhan
dibangunkan lagi sebuah peradaban,
dan menyanyi kata-kata, melahirkan
puisi menjadi kegemilangan bangsa.
Ke mana saja aku pergi, tetap masih
berbau tanah. Dan aku tak akan
melupakan air bening dan udara gunung.
Laut dan malammu, kedamaian
meraih-Mu. Meninggalkanmu,
bumi kesayangan bukan melupakan.
Biarkan perjalanan ini, berangkat
dari kesedaran dan ilmu. Menjangkau
angkasaraya dengan sukma. Kejauhan
itu tak terasa, kerana aku akan menulis
dalam gaya bahasa dalam bait-bait
puisi yang indah. Biarkan ada yang
melakukan langkah permulaan. Tiap
perjuangan dan pengorbanan harus
ada mentor dan tokoh-tokoh yang
berjiwa bumi. Kini, aku memulai
kembara ini, kalau tidak sekarang
nanti, biar kau sentuh sukma
angkasarayamu dan ia pasti memberi
reaksi sebagai seorang sahabat
dalam era kemerdekaan, satu
bahasa, satu bangsa dan satu negara,
Malaysia.
Tawau
5 November, 2012
Kiulu, sungai inspirasi mengalir tenang,
Di lembah Kiulu, kami melafazkan suara hati
Menjadi kapal angkasa yang terbang ke mana saja
Ke cakerawala, orbit baru dan bintang-bintang yang jauh.
Kami berdiri seperti gunung Nabalu,
Kami, khudam, tiap kata dan tindakan
Langsir telah disingkap, derap kaki semberani tidakkah kau lihat, debu debu dan hentak kakinya berlari sepantas kilat, kehebatannya telah membungkam mulut-mulut penentang kebenaran.
Kiulu, kami yang tadinya adalah kuasa yang mengalir
Tiap tangan berjabat erat pada tali khilafat
Revolusi Hakiki, titis yogurt di dalam kalbumu
Kemenangan yang menekan amarah
Sabahuddin Senin
KIULU
3 dan 4 November 2018
Ketika gerhana tersangkut di jendela kalbu
Malam turun melebarkan sayapnya
Jiwamu merontah memburu kelip cahaya
Ke mana isyak tangismu, kalau bukan sujud.
Seribu kata yang terhambur
Adalah benteng pasir menghadap gelombang
Kalau tiap pujian kosong cinta sejati
Yang bertakhta pada menara hati.
Tiap musim dan zaman beralih
Kebenaran tak akan pernah bertukar wajah
Cuma pohon tumbang bila akarnya reput
Luaran saja adalah kosong dan kebohongan.
Makin jauh kau berkelana di bawah langit samawi
Dunia adalah fatamorgana dan udara terowong
Tiap ujian di situ ada kasih dan kekuatan
Jiwamu seluas angkasa dan sedalam lautan teduh.
Pengucapanmu harum bunga di taman
Kasihmu tak bersempadan dan bukan debu jalanan
Adakah kau pengumpul yang lelah sendiri menghitung
Takut pada degup jantung ketika kau ingin lelap.
Kemenangan ini air dari langit
Turun ketika musim kemarau telah berakhir
suara khalifa bergema sampai pada mata kalbu
Inilah inqilab hakiki telah bermula dari rumahmu.
Kota Marudu
27 November 2018
Malam semalam seperti malam sebelumnya
langit pun akur, lautanmu tenang. Siang itu,
aku meletakkan telinga ke dada lautan, dan
mendengar nadi bumi. Bila keresahan lautan
berkumpul dengan keresahan bumi, kedamaian
langit pun tersentuh. Satu kekuatan bangkit.
Kembara suaramu mengilas cahaya ke setiap
sukma. Terima kasih Tuhan kerana aku bersama
sekalipun aku datang bagai penumpang akhir
yang meloncat masuk ke dalam konvoi.
Aku tak punya apa-apa selain suara dan
bait-bait kata yang sederhana. Tapi di dalam
nya pasti ada ketulusan. Kata-kata itu turun dari
gunung mengalir ke lembah sukma. Melangkah
di atas titian sejarah. Aku bukan seorang bintang
juga bukan seorang tokoh. Ketika kau berucap,
aku hanya suka mendengarkan. Kala kau berhenti
berucap, aku berdiri menyatakan takbir. Saat
kau berjalan pulang aku membukakan pintumu
supaya kau dapat keluar tanpa terkepung.
Kalau kau masih ingin memanggilku,
orang biasa bernafas lautan dan bernadi bumi.
Kudat
13 November, 2013
Sebentar awan berlalu di depan Nabalu
Seperti mengimbas kembali langit silam
Kekuatan jiwa teruji sampai tulang sum-sum
Perarakan bukan pesta kegembiraan
Perjalanan bukan ekspedisi kalbu yang pasrah
Bagai tubuh yang lumpuh kau sulami rimba jati
Kepayahan dan kezaliman tinggal dalam sejarah
Pemerkosaan hak-hak manusia
Kejahatan yang dirancang membidik maut
Para korban jatuh di sepanjang jalan maut.
Ketika akal menyerah pada amarah
Tindakan pun penuh pada benci dan tipu muslihat
Yang dikenang adalah tragedi menjadi monumen
Sejarah yang dilupakan dan tak akan terhapus
Kami akan ingat
Perang di bumi leluhur menjadi kami bangsa
Yang insaf.
Tiap detik yang mengalir
Tragedi dan serakah tak akan mengambil tempat
Pada
menunggu hujan
Danaumu tohor
Air gunung mengalir lesu
Gema suara di lembah
Seperti mengerang jauh.
Ketika seperti semua pintu tertutup
Kau cari ketenangan dalam doa
Langit membalas menurunkan hujan
Bumi merekah sempurnanya harapan.
Wajah-wajah kembali ceria
Khabar itu telah sampai
Rindumu seperti kekasih
Pulang membawa salam Masihi.
Kota Marudu
27 November 2018
Tiap orang menerka bila derita mereka akan berakhir
Ada perubahan sedikit pada langit mereka duga
ada isyarat turunnya hujan dari mendung bergerak
Yang lain cuba menjawab soalannya sendiri.
Ketika kau bilang langit akan jawab doamu
Mereka tertawa dan menganggapmu gila
Air hayat bergerak ke arah muara bersatu pada diri
Yang mungkin jadi mungkin.
Tiap kata-kata yang dilafazkan hari ini
Jadi saksi zaman dan angin dari samawi
Keyakinan yang tak akan berubah
Bumi telah membongkar rahsia kebenaran.
Tidakkah kau membaca
Tiap mata kau alihkan tetap melihat kemenangan
Kepalsuan tak akan bertahan lama
Segala-galanya akan sirna dan dimakan waktu.
Kota Marudu
28 Novrmber 2018
Alangkah beruntung kau
Keluh kisahmu telah berakhir
Malam panjangmu berlalu.
Pada langit, gunung dan sungai
Tanda-tanda itu jelas dan nyata
Hanya buta rohani tak melihat
Dan tak mau melihat perubahan telah tercium.
Bunga-bunga mekar dan harum
Tumbuh subur di taman Masihi
Tapi kau masih berolah dan memejam mata
Sedang burung-burung merpati terbang
Saudaraku, tak pernah malam dipaksakan
Ke dalam siang dan cahaya tak pernah
Bersekutu dengan kegelapan malam
Tapi, samawi telah menyempurnakan
Musafir telah pulang membawa
Jawaban pada rahsia yang tersingkap
Dan menemukan harapan dan safaat
Ke mana pun kau tak akan sendiri.
Gema naree takbir telah menawan
Rimba jati dan tanah gersang
Gunung dan kepulauan terasing
Jadi kekasih yang itaat
Kota Marudu
28 November 2018
Kemarau akhirnya telah berakhir
Kalbu yang mendambakan air
Kini telah meraih kurnia-Nya
Pujian dan salawat dalam zikir Ilahi.
Alam bagaikan telah bangun
air mengalir lembut dan kasih
Dari gunung dan nyanyi air
kau dengar sampai ke desa paling jauh.
Pohon-pohon tawajuh telah berbunga
Ayuh! turun dan memetik buah pertama
Samawi tak pernah melupakanmu
Justru itu teruslah memanggil saudaramu.
Air rohani ini adalah kekuatan
Penjelmaan hidup sepanjang zaman
Mari raih penyempurnaan nubuwatan
Hilangkan dahaga, minum air Masihi Muhammadi.
Penantian selama ini telah sempurna
Duka-laramu sepanjang zaman sembuh
Hujan telah turun di tanah kemarau
Air, air mengalir dari nadi khilafat.
Kota Marudu
28 November 2018
Semalam air turun dari samawi
Iramanya lembut jadi keras
Sepanjang malam berhenti seketika
Siang, bunyinya di atap tak meredah.
Ada yang bertanya dan menghantar berita
Air yang naik di halaman dan jalan-jalan kampung
Laut tak setenang, lembah di kaki gunung
Langitnya masih gelap dan tak berubah.
Pangilanmu siang tadi telah dijawab
Rumah wakaf di kaki bukit tetap indah
Barangkali kalau ada yang mengundang bimbang
Air masuk dari atap menitis ke ruang solat.
Dalam musim hujan begini
Kalau melihat jelapang air
Dan doa-doamu merayau jauh
Pada yang dikasihi dan terlupa.
Kota Marudu
26 Januari 2019
Kelap-kelip waktu pada malam-malam tawajuh
Pada samawi masih mengirimkan salam
Kasih sahabi tak pernah padam
Pintumu terbuka menunggu tamu.
Dalam perlumbahan ada yang sukses
Dan ada yang merasa dikalahkan
Pada akhirnya kalbumu masih tersentuh
Ketika nazam bergema di langit Masihi.
Di kaki gunung atau di puncak
Di mana pun kamu berada
Lidahmu bertasbih dan salawat
Dalam tenang dan duka kau tak akan berhenti.
Bagaimana kamu berkata kasihmu
Seluas mata memandang sedang
Kalbumu tak tersentuh jerit kemanusiaan
Kezaliman jadi gurauan dan tawa.
Kelap-kelip waktu kamu pun terpanggil
Kesibukan tak akan mengendurkanmu
Turun di medan dengan senyum
Berita suka buat kekasih yang ingin.
Kota Marudu
13 Januari 2019
Purnama di langitmu
Lembahmu tak bermusim
Gema suaramu empat penjuru
Merpati terbang membawa khabar.
Para dai' telah berpergian
Di bumi peribumi
Usah gentar tika di medan
Panggilanmu doa yang terucap.
Pesan samawi kamu sampaikan
Masihi zaman telah datang
Cinta Khilafat ruh kemenangan ini
Ayuh melangkah bersama.
Ya Rabbi tuangkan ilmu dalam dada
Lepaskan simpulan lidah kami
dan kata-kata, resep yang menghidupkan
Langkahmu tanpa sempadan.
Inilah waktunya
Kita menunggang kuda semberani
Kami dai' yang tak pernah lelah
Hidup Ahmadiyyat di bumi peribumi.
11 Februari 2019
Nadi hujan mulai perlahan
Mendung langit masih berdenyut
Siang menyingkap rahsia
Desa-desa yang terendam
Pemukim yang lelah
Suara air yang resah
Terkepong dan mencari kekuatan
Adakah pertolongan datang
Ketika kamu teruji di jalan pulang?
Di anak tangga, kamu melihat
Tanda-tanda langit, dan wajah-wajah tersiksa
Pada tiap luka ada penyembuhnya
Pada tiap purnama penyempurnaan
Meskipun sedikit, kebenaran adalah nyata
dan kemenangan itu adalah rahsia tersingkap
Selepas hujan, damai dan tenang
Kekuatan doa lafaz membebaskan dirimu
Dari kepompong waktu
Biar rindu dan cinta
Menjadi sulaman waktu
Bahtera Masihi belayar
Dalam tiap hembus nafas
Inilah zaman meraih samawi
Inilah zaman meraih damai dan kasih sejati.
Kota Marudu, Sabah
27 Januari 2019
Dai'
Siapakah kami seorang dai'
Wajah yang manis
Kata-kata menawan
Hamparan kasih cinta iIahi.
Sekiranya kamu melihat
Dai' yang kau temui suatu waktu
Apakah dia atfal, khudam, lajnah dan ansar
Pada diri lambang langit dan lasykar Masihi.
Mereka tak berhenti langit dan bumi mana
Utusan akhir zaman telah datang
Hadrat Mirza Ghulam Ahmad
nabi benar dan pencinta Rasulullah.
Kami da'i tak mengharapkan bintang- bintang dunia
Hamparan permaidani merah
Puji-pujian buih di laut
Yang kami mohon Engkau redah.
11 Februari 2019
Kota Marudu
Kami adalah dai' seperti air mengalir tak berhenti
Manis dan segar pelepas dahaga zaman
Yang pernah menikmsti darii piala Masihi
Tak akan pernah puas sepanjang zaman.
Kami adalah dai' yang terpanggil seperti gunung
Yang tak akan runtuh dan dilupakan
Tiap mata memandang kagum dan memuji Tuhan
Menara putih lambang akhir zaman dalam kalbu.
Kami dai' punya impian dan harapan
Seperti lautan yang menjanjikan
Pelabuhan damai arah tuju
Bathera, nahkoda dan muatan belayar tenang.
Kami dai' telah menyambut panggilanmu
Seperti malam yang berbintang dan siang
Rahsia yang tersingkap dan menawan
Kami tak akan menunggu pesan samawi harus disampaikan.
11 Februari 2019
Perlukah puisi membaca riak di kalbumu
Ketika panggilan jadi debu bertebaran
Suara seperti gema angin berlalu
Kisahmu akhirnya sebagai perbualan selepas musibah.
Katanya, permintaanmu bukan sekali
Kalau dihitung seperti meow kucing tak pernah puas
Sekalipun diherdik masih mengelus kaki tuannya
Memang penyiksaan dalam keterpaksaan.
Bukankah kau telah diperingatkan sayang
Simpati bisa bertukar menjadi sindiran
Ketika mereka tak menjawabmu
Sebenarnya, mereka menganggapmu suatu beban.
Usah bersedih, manisku
Apalagi mengeluh pada gelombang dan badai
Itu sebahagian hidup yang dinamis
Kembalilah pada-Nya tak pernah bosan mendengarmu.
Kalau kau bicara musim semi dan musim kering
Pasti mereka mengiyakan semua itu
Tapi, persaingan memang ada keinginan
Gunung di sini lebih indah dari puncak kalbumu.
Kota Marudu
19 Februari 2019
Perlukah puisi membaca riak kalbumu
Perlukah puisi membaca riak di kalbumu
Ketika panggilan jadi debu bertebaran
Suara seperti gema angin berlalu
Kisahmu akhirnya sebagai perbualan selepas musibah.
Katanya, permintaanmu bukan sekali
Kalau dihitung seperti meow kucing tak pernah puas
Sekalipun diherdik masih mengelus kaki tuannya
Memang penyiksaan dalam keterpaksaan.
Bukankah kau telah diperingatkan sayang
Simpati bisa bertukar menjadi sindiran
Ketika mereka tak menjawabmu
Sebenarnya, mereka menganggapmu suatu beban.
Usah bersedih, manisku
Apalagi mengeluh pada gelombang dan badai
Itu sebahagian hidup yang dinamis
Kembalilah pada-Nya tak pernah bosan mendengarmu.
Kalau kau bicara musim semi dan musim kering
Pasti mereka mengiyakan semua itu
Tapi, persaingan memang ada
Gunung di sini lebih indah dari puncak kalbumu.
Kota Marudu
19 Februari 2019
Ibarat makanan kita tak pernah puas
Kerana ini adalah makanan rohani
tahan diuji, hidup sepanjang zaman
Nikmat menjadimu tak akan lapar.
Wahai da'i Masihi Mau'ud
Kamu tak pernah kendur dan patah harapan
Kamu pembawa cahaya ke lorong gelap
Pelepas dahaga di musim kemarau.
Wahai da'i Masihi Mau'ud
Kamu siap mudik ke hulu
Turun ke hilir bertemu laut
Dan kepulauan yang terasing.
Wahai da'i Masihi Mau'ud
Tak akan pernah kamu mengeluh
Di bumbung mana dan dataran mana
Pesan dan khabar baik kamu sampaikan.
Wahai da'i Masihi Mau'ud
Kamu tak akan menghabiskan bicara
Tentang makan dan minum
Kerana kamu telah mendulukan akhirat dari dunia.
Wahai da'i Masihi Mau'ud
Kamu telah menyambut salam
Waktumu usah bicara sia-sia
Kerana kita tak bisa menunggu lagi.
11 Februari 2019
Alhamdulillah..terbaik tuan
ReplyDelete